Tolong share – Sahabat tolong share, Pada Awal abad ke-2 SM, filsuf
terkemuka Aristoteles mengajukan model geosentrik untuk menjelaskan kondisi
bumi di alam semesta. Model geosentris ini menyatakan posisi bumi adalah pusat
alam semesta, statis, dan diorbit oleh matahari serta planet lain. Pendapat ini
juga didukung oleh model matematika yang di kemukan oleh Ptolemy untuk
menegaskan dukungannya terhadap model geosentris ini.
Model ini bertahan sampai abad ke 16 sampai seorang ilmuwan terkemuka pada
waktu itu, Nicholas Copernicus memperkenalkan model heliosentris yang
menyangkal ide yang dibawa oleh Aristoteles melalui model geosentris. Model
heliosentris ini menyatakan bahwa matahari adalah pusat alam semesta dan setiap
planet termasuk bumi bergerak mengelilingi matahari. Model heliosentris ini
terbukti kebenarannya dengan dukungan ilmuwan setelah beliau yang mengemukakan
teori-teori yang menegaskan model ini. Penciptaan teleskop juga memfasilitasi
pencerapan alam semesta yang turut membuktikan keabsahan model tersebut.
Hari ini, tidak ada siapa pun di dunia ini yang akan mengatakan bahwa bumi
ini adalah pusat alam semesta. Melalui teori-teori yang dikemukan oleh ilmuwan
zaman ini dan melalui observatorium bintang, kita memahami bahwa bumi kita
bergerak mengelilingi matahari dan bumi juga berputar pada sumbunya sendiri.
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu,
kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.
(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu;
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Naml: 88)
Dari ayat di atas, telah Allah nyatakan kepada manusia bahwa kita menyangka
gunung itu statis dan tidak bergerak, padahal, ia bergerak dengan cepat seperti
gerakan awan. Bila kita mengaitkan ayat tersebut dengan gerakan bumi,
berdasarkan pengamatan kita sehari-hari, kita akan menemukan ada sesuatu yang
sangat penting perlu diberi perhatian dengan ayat Al-Quran tersebut. Tidak
pernah sekalipun kita melihat gunung itu di suatu posisi tertentu dan melihat
gunung tersebut di posisi lain pada keesokan harinya. Ayat tersebut menyatakan
bahwa gunung itu bergerak, tetapi melalui pengamatan kita setiap hari ke gunung
yang ada di sekitar kita menunjukkan dengan jelas bahwa gunung-gunung itu tetap
pada posisinya setiap hari. Jadi apakah yang Allah maksudkan dengan gerakan
ini. Melalui ayat itu juga Allah ada membuat perbandingan dengan pergerakan
awan. Apa maksud Allah menempatkan perbandingan seperti ini. Hal ini tentunya
sesuatu yang menarik untuk dikaji perkaitannya.
Dari sini, jika kita periksa ulang ayat tersebut dengan Teori Relativitas
Khusus yang dikemukakan oleh ilmuwan terkemuka Albert Einstein, kita akan
melihat kebenaran kitab Al-Quran itu sendiri melalui ayat yang disebutkan di
atas. Teori Relativitas Khusus menyatakan bahwa, setiap gerakan adalah relatif
satu sama lain, yakni setiap pengamatan akan dilakukan berdasarkan titik
referensi dengan mengabaikan efek gravitasi.
Mengambil anologi sebuah kereta yang bergerak di platform, teori ini dapat
dijelaskan dengan lebih mudah lagi. Katakan kita menempatkan A yang sedang
menimbang bola dengan tangannya di satu posisi di dalam kereta dan B di
platform. Kereta itu bergerak dengan kecepatan v. Untuk pengamatan ini, kita
akan menemukan ada 2 titik referensi, yaitu titik referensi bagi A yaitu di
dalam kereta dan titik referensi bagi B yaitu di platform. Bagi kereta yang
sedang bergerak, menggunakan titik referensi di B, beliau (B) akan menyimpulkan
dengan menyatakan bahwa A sedang bergerak, karena posisi A telah berubah dari
satu koordinat ke koordinat lain setelah pengamatan itu dilakukan dengan
dipandu titik referensi di B, tetapi ketika kita menggunakan titik referensi A,
dia (A) akan menyatakan bahwa beliau tidak bergerak setelah ada perbedaan koordinat
beliau dengan bola yang ditimbangnya, yaitu dia berada pada posisi yang sama
seperti sebelum kereta tadi bergerak.
Kita tentu sekali pernah merasakan pengalaman seperti ini di lampu sinyal.
Di mana kita tidak bergerak sebenarnya, tetapi gerakan oleh mobil samping
menyebabkan kita berpikir bahwa kita bergerak dan mobil sebelah itu statis.
Begitu juga sebaliknya bagi orang yang berada di dalam mobil sebelah kita
tersebut.
Merujuk kembali kepada ayat di atas, dengan mengambil bumi sebagai titik
referensi, kita dan gunung- gunung tersebut berada dalam titik referensi yang
sama, jadi, kita tidak dapat merasakan perubahan atau gerakan. Namun begitu,
jika kita menempatkan seorang manusia lain (D) di awan misalnya, beliau (D)
akan menyatakan bahwa dia melihat kita bergerak sesuai pergerakan bumi dan ia
dalam kondisi statis. Namun bagi kita di bumi, kita akan mengasumsikan bahwa
kita adalah statis dan D sedang bergerak bersama sama awan. Di sini, jika kita
menempatkan seorang yang lain (E) di posisi sebelah bukit tersebut, ia juga
akan turut menyatakan kesimpulan seperti kita bahwa tidak ada perubahan pada
gunung tersebut karena beliau (E) juga berada dalam titik referensi yang sama
dengan kita dan gunung -ganang tersebut. Perubahan ini hanya bisa terdeteksi oleh
seseorang yang berada di luar titik referensi tersebut.
Einstein hanya mengemukakan teori ini setelah tahun 1905 masehi. Nabi
Muhammad telah di ajar oleh Allah mengenai perihal ini pada 610 masehi. Mana
mungkin Nabi Muhammad yang buta huruf pada waktu itu dapat menghasilkan satu
kesimpulan yang jitu dan didukung oleh teori-teori kompleks yang dikemukakan
oleh ilmuwan-ilmuwan terkemuka dunia. Ini merupakan satu bukti bahwa Al-Quran
itu bukan ditulis sendiri oleh Nabi Muhammad dan ada kekuatan Maha Agung yang
mengatur alam semesta ini yang mengajar Dia. Sesungguhnya amat benarlah
kata-kata(Firman) Allah.
Semoga bermanfaat dan menambahkan cinta kita terhadap Al-Qur'an
Sumber: http://www.akhwatmuslimah.com