Tolong
share - Sahabat tolong share, sudahkah
anda menikah dan merasa setelah menikah malah tidak bisa berkembang.Simak
beberapa ulasan dibawah ini ..
”Ustadz, mengapa semenjak menikah, saya merasa
tidak berkembang sama sekali, Otak sepertinya beku. Apa sih yang sebenarnya
terjadi?” Pertanyaan ini diajukan oleh seorang wanita muda yang tampaknya belum
lama menikah. Pertanyaan ini dia ajukan dalam sebuah seminar tentang
problematika kehidupan rumahtangga. Kebetulan saya juga hadir sebagai pembicara
di sana.
Mendengar pertanyaan itu, saya mencoba membayangkan
apa yang dialami oleh wanita muda itu. Mungkin tadinya ia seorang wanita
yang aktif dan dinamis, ia juga selalu ingin berkembang. Namun setelah menikah,
hidupnya jadi tak penuh warna. Ia hanya disibukan oleh aktifitas
keiburumahtanggaan, seperti mencuci, memasak, belanja keperluan sehari-hari dan
beres-beres rumah. Sampai batas waktu tertentu, rutinitas ini bisa jadi telah
membuatnya bahagia. Namun lama kelamaan ia jadi bosan dan akhirnya merasa tak
berarti.
Ustadz yang ditanya menjawab dengan tangkas.
Menurutnya, pernikahan tidak seharusnya membuat seseorang menjadi mandeg.
Justru dengan menikah seorang wanita harus makin cepat berkembang.
“Bukankah setelah menikah ia jadi punya guru pribadi, yaitu suaminya.”
Lebih jauh Pak Ustadz menjelaskan, salah satu tugas suami adalah mendidik
istrinya agar menjadi wanita shalihat. “Jadi,” masih kata Pak Ustadz,
“permasalahannya bukanlah pada masih lajang atau sudah bersuami. Masalahnya
adalah bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada untuk belajar dan
mengambangkan diri.”
Semangat belajar yang langka
Memang, kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan diri adalah peluang yang sering diabaikan banyak orang. Ada yang
karena semangat belajarnya rendah, atau ada yang karena tidak mampu
mengindentifikasi situasi yang dapat dimanfatkan untuk belajar.
Dalam masyarakat kita, orang dengan semangat belajar
yang konsisten terbilang langka. Kebanyakan orang padam semangat belajar
setelah ia menyelesaikan jenjang sekolah tertentu. Di antara mereka, bahkan tak
berupaya mengoptimalkan proses belajarnya di bangku sekolah. Mereka tak
benar-benar berupaya memahami apa yang diajarkan.
Semangat belajar memang barang mahal. Yang
pertama karena semangat belajar sulit didapat. Semangat ini tak bisa tumbuh
begitu saja dalam diri seseorang. Ia harus diawali rasa ingin tahu yang kuat.
Ada orang yang memiliki rasa ingin tahu permanen dan ada yang situasional. Rasa
ingin tahu permanen tumbuh dari pola asuh orangtua sejak masa balita. Rasa ingin
tahu menguat sejak anak berusia sekitar dua tahun. Ada orang tua yang dengan
antusias melayani segenap pertanyaan anaknya sambil merangsang si kecil untuk
terus mencari tahu. Tapi ada juga orang tua yang justru mematahkan dan
mencemooh keingintahuan anaknya.
Rasa ingin tahu yang bersifat situasional muncul
karena tiba-tiba seseorang dihadapkan pada situasi yang tidak ia mengerti. Atau
ketika ia merasa tak berdaya menyelesaikan masalah yang ia hadapi. Pada situasi
ini bisa saja muncul rasa ingin tahu yang diikuti semangat belajar. Tapi bisa
juga orang ini melarikan diri dari persoalan dan tidak berusaha memahami
situasi dan masalahnya. Jadi semangat belajar memang sulit sekali muncul dalam
diri seseorang.
Selain itu, semangat belajar jadi mahal karena nilainya
yang tinggi bagi kehidupan seseorang. Belajar merupakan amalan wajib bagi
setiap mulimin dan muslimat, begitulah yang diwasiatkan Rasulullah kepada kita.
Beliau mengatakan, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslimin dan muslimat.”
Selain itu beliau juga mengatakan dalam hadistnya bahwa untuk menggapai
kehidupan di dunia dan di akhirat kelak, orang harus menguasasi ilmunya. Dan
masih menurut sabda Rasulullah, ilmu itu hanya bisa dikuasai dengan belajar.
Belajar
dari banyak hal
Belajar, dalam hal ini, tidak selalu identik dengan
membaca, apa lagi duduk di bangku sekolah atau kuliah. Benar, bahwa dalam surat
Al Alaq, Allah menjelaskan bahwa Ia mengajari manusia melalui perantaraan pena.
Ini artinya membaca. Tapi, para ahli tafsir mengatakan, perintah baca dalam
surat ini tidak hanya membaca sesuatu yang tertulis. Membaca yang dimaksud juga
termasuk membaca situasi dan memahami keadaan. Munculnya berbagai pemahaman
terhadap fenomena alam dan sosial, tidak lain karena para ilmuwan mengamati apa
yang terjadi di sekitarnya. Jadi sebenarnya banyak cara untuk melajar dan
banyak kesempatan dapat digunakan untuk belajar.
Dalam interaksi dengan anak, seorang ibu dapat
mempelajari dunia anak, cara berfikir mereka, situasi emosi mereka, apa yang
membuat mereka senang dan bersemangat, apa yang membuat mereka bersedih dan
menarik diri. Ini bukan ilmu murahan. Tak sedikit ahli psikologi anak
mengembangkan teorinya melalui pengamatan yang intensif terhadap anak mereka
sendiri. Ambil contoh Jean Piaget, ahli ini mengembangkan teroi perkembang
kognitif anak, pertama kali didorong oleh pengamatannya terhadap cara berfikir
anaknya sendiri. Baru kemudian ia mengembangkan riset lebih lanjut.
Tatkala seorang ibu memasak di dapur, ia sebenarnya
dapat mempelajari berbagai resep masakan, melatih keahliannya memasak, bahkan
mengembangkan resep resep baru. Ingat kapten Sander, sang pencipta resep
Kentucky fried chicken yang terkenal itu? Resepnya lahir karena ia memang hobi
memasak. Ahli-ahli masak besar yang berpenghasilan puluhan juta pun lahir
dari kegemaran dan kebiasaan memasak.
Belajar tidak hanya melalui buku apalagi bangku
sekolah. Belajar bisa dilakukan dengan bertanya pada orang, mengamati cara
mereka bekerja, mengamati tingkah laku mereka dan apa konsekwensi yang mereka terima
dari prilaku tersebut, mendengarkan nasihat orang lain, mengikuti seminar dan
diskusi atau melakukan eksperimen kecil-kecilan. Pendeknya banyak situasi yang
dapat dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan serta
mengembangkan diri. Tinggal apakah kita peka tehadap peluang itu atau tidak.
Inilah masalah yang dihadapi wanita pada cerita di
atas. Ia sangat ingin untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan,
tapi ia seakan tak berhasil mendapatkan peluang untuk belajar. Ini bisa terjadi
karena ia menganggap tidak ada yang istimewa pada hari-hari yang ia lalui. Ia
merasa hidupnya adalah lingkaran rutinitas, tak ada hal baru dan tak ada yang
benar-benar bermakna bagi pengembangan dirinya. Ini juga berkaitan dengan
kemampuannya mensyukuri dan mengevaluasi hari yang telah dilalui. Ini
juga bisa karena pandangannya bahwa belajar harus dengan buku dan bangku
sekolah.
Persoalannya, bagi kita yang telah terlanjur dewasa,
bagaimana cara menyalakan api semangat belajar dalam diri kita? Dan menumbuhkan
kepekaan bahwa segala situasi yang kita alami dapat jadi peluang untuk
belajar? Bak kata pepatah, ’alam terkembang dijadikan guru’. Allah pun telah
berfirman kepada kita dalam surat Yusuf ayat 105, “Dan banyak sekali
tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya,
sedang mereka berpaling daripadanya.”
Semoga
bermanfaat bagi pembaca sahabat tolong share, terima kasih telah membacanya.
Sumber :
http://www.ummi-online.com