Tolong share – Babi adalah hewan omnivora yang berarti
mereka makan makanan baik daging maupun tumbuh tumbuhan, Kenapa babi sampai di
haramkan Oleh Allah SWT,
Inilah beberapa ulasan dan mengapa babi di ciptakan
dan tidak boleh dimakan manusia
Pengharaman Babi dan
Segala macam Unsurnya
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ
غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut
(nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak
ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al- Baqarah: 173).
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala.” (QS. Al-Maidah: 3).
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ
وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ
غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu
(memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut
nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak
menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 115).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Begitu juga
dilarang memakan daging babi baik yang mati dengan cara disembelih atau mati
dalam keadaan tidak wajar. Lemak babi pun haram dimakan sebagaimana dagingnya
karena penyebutan daging dalam ayat cuma menunjukkan keumuman (aghlabiyyah)
atau dalam daging juga sudah termasuk pula lemaknya, atau hukumnya diambil
dengan jalan qiyas (analogi).” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 36)
Yang jelas haramnya babi adalah berdasarkan ijma’ atau
kata sepakat ulama sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi rahimahullah.
Penyusun Ahkam Al-Qur’an ini berkata, “Umat telah sepakat haramnya
daging babi dan seluruh bagian tubuhnya. Dalam ayat disebutkan dengan kata
‘daging’ karena babi adalah hewan yang disembelih dengan maksud mengambil
dagingnya. … Dan lemak babi termasuk dalam larangan daging babi.” (Ahkam
Al-Qur’an, 1: 94).
Hikmah mengapa babi
itu diharamkan
Hewan yang diharamkan pasti akan memberikan pengaruh
bagi orang yang memakannya. Dan ini berlaku untuk makanan haram secara umum.
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Diharamkan
darah yang dialirkan karena darah seperti itu dapat membangkitkan syahwat dan
menimbulkan amarah. Jika terus dikonsumsi, maka akan membuat seseorang bersikap
melampaui batas. Saluran darah inilah tempat mengalirnya setan pada badan
manusia. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setan
itu bisa menyusup dalam diri manusia melalui saluran darahnya.” (HR.
Bukhari, no. 3281; Muslim, no. 2175).” (Disebutkan oleh Al-Qasimi dalam
tafsirnya, 3: 41-42. Dinukil dari Tafsir Syaikhil Islam Ibni Taimiyah,
1: 405.)
Begitu pula orang yang memakan binatang buas yang
bertaring bisa mendapat pengaruh sombong dan congkak di mana sifat tersebut
termasuk watak hewan buas. Ada juga hewan yang diharamkan karena sifatnya yang khobits
(menjijikkan) seperti babi yang kita bahas kali ini. Maka orang yang gemar
memakan babi akan punya sifat khobits pula. Juga yang memakan hewan ini bisa
mewarisi sifat sombong dan angkuh sebagaimana babi.
Jika ada pengaruh jelek seperti di atas, kenapa dalam
keadaan darurat masih dibolehkan untuk dimakan?
Jawabnya, karena kebolehannya dalam keadaan darurat
seperti itu mengingat bahwa mengambil maslahat dengan dipertahankannya jiwa
lebih didahulukan daripada menolak bahaya seperti yang disebutkan. Karena
bahaya di atas tidak diwarisi ketika dalam keadaan hajat yang besar seperti
yang disebutkan. (Lihat kitab Al-Ath’imah karya guru kami, Syaikh Shalih
Al-Fauzan, hlm. 39-40. Lihat penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’
Al-Fatawa, 21: 585 dan 20: 340)
Di antara kisah yang menunjukkan hikmah pengharaman
babi adalah sebagaimana yang diceritakan oleh Hj. Ummu Salamah, SH dalam
bukunya tentang vaksinasi.
Ada seorang muslim bersama rekannya orang barat pernah
melakukan suatu test kepada 3 ekor babi dan 3 ekor ayam, yang masing-masing
adalah 2 jantan dan 1 betina. Dan hasilnya adalah:
Ketika 2 ekor ayam jantan dan 1 ayam betina dilepas,
maka 2 ayam jantan saling bertarung hingga satu tewas/ kalah untuk merebutkan
betina. Namun apa yang terjadi ketika 2 ekor babi jantan dan 1 ekor babi betina
dilepas? Ternyata babi jantan yang satu membantu yang lain untuk melaksanakan
hajat seksualnya pada si betina.
Muslim itu pun mengatakan, “Inilah! Daging babi itu
membunuh ghirah (rasa cemburu) orang yang memakannya dan ini terjadi pada kaum
kalian.”
Kenapa Babi
Diciptakan?
Jika memakan babi itu haram, kenapa Allah menciptakan
babi?
Moga pertanyaan ini bukan mengetes dan bukan bercanda.
Namun benar ingin bertanya.
Pertanyan itu sama saja maksudnya, kenapa sampai Allah
menciptakan sesuatu yang buruk?
Maka pertanyaan itu sama juga dengan, kenapa Allah
menciptakan setan?
Bukankah semau Allah, memerintah apa saja dan melarang
apa saja? Tugas kita sebagai hamba-Nya adalah, sami’naa wa atho’naa,
yaitu dengar dan taat.
Kalau mau dinyatakan sebagai orang beriman yang benar,
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا
وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila
mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. An-Nuur: 51)
Yang Harus
Direnungkan
Allah Ta’ala berfirman,
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Allah tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya
dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya’: 23)
Tentang ayat tersebut, Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, Allah itu Al-Hakim yang tidak ada yang bisa menentang ketetapan Allah
karena kebesaran dan keagungan Allah. Karena Allah menetapkan sesuatu dengan
Maha Adil dan penuh kelembutan. Makhluk-Nya lah yang ditanya oleh Allah atas
apa yang mereka amalkan kelak.
Surat Al-Anbiya’ ayat 23 menerangkan bahwa setiap
muslim tidak mesti mengetahui hikmah dari apa yang dilakukan oleh Allah Ta’ala.
Manusia hanya punya kewajiban untuk membenarkan dan beriman karena Allah yang
lebih mengetahui mana yang terbaik untuk diri kita daripada diri kita sendiri.
Allah tidak mungkin melarang dan menjauhkan kita dari sesuatu kecuali pasti
mengandung mudarat (bahaya) bagi kita. Begitu pula Allah tidak mungkin memerintahkan
dan mendekatkan kita pada sesuatu kecuali pasti ada kebaikan di dalamnya.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ
الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ
وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ
عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ
آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ
مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang
ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada
di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka
dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang
beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang
yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Al-A’raf: 157)
Namun terkadang, Allah melarang sesuatu dan
menjelaskan hikmahnya pada kita.
Semoga Allah memberi taufik untuk menerima hukum dan
ketentuan Allah.
Semoga bermanfaat bagi kita semua
Sumber : https://rumaysho.com