Tolongshareya - Sahabat Tolongshareya, masakan
Jepang banyak diminati orang Indonesia karena citarasanya yang sangat khas.
Restoran yang menyajikan menu masakan Jepang banyak ditemui di kota-kota besar
di Indonesia. Namun bagi Muslim, masakan Jepang menyisakan masalah tersendiri.
Bukan karena citarasa atau berasal dari negara non-Muslim, tapi semata karena
ada beberapa bahannya yang terkategori haram.
Banyak orang
yang mengira kalau masakan Jepang tidak bermasalah dari sisi kehalalan. Sebab,
umumnya resto Jepang yang ada di Indonesia tidak menggunakan babi sebagai
sumber proteinnya. Tampilannya yang elok dengan warna-warni protein yang
berasal dari seafood memang
menggugah selera siapa pun. Tulisan “no
pork, no lard” di resto tersebut semakin memantapkan dugaan
kalau masakan tersebut pasti halal. Itu alasan mengapa banyak pelanggan yang
memakai identitas keislaman, misalnya berjilbab dan berpakaian koko, abai untuk
mengulik lebih jauh kepastian kehalalan masakan di resto tersebut.
Padahal, menu masakan Jepang yang bercitarasa
khas tidak terlepas dari bumbunya, seperti kecap, sake, mirin, dan cuka beras.
Persoalannya, bumbu-bumbu tersebut mengandung alkohol dan terkategori sebagai khamr. Bagi Muslim, ini
menjadi masalah. Selain najis, khamrhukumnya
haram, walaupun dalam proses pemasakan kandungan alkoholnya tidak
terdeteksi.
Titik Kritis Bumbu
Sake dan
mirin merupakan fermentasi dari beras yang dibiarkan berproses lebih lama
sehingga menjadikannya minuman beralkohol. Hasil fermentasi beras yang
berwarna putih bening dikenal dengan sake, sedangkan yang berwarna agak kuning
dan manis disebut mirin.
Soy sauce adalah bahan makanan Jepang
yang juga harus diteliti. Proses
pengawetan alami memiliki arti bahwa kandungan gula yang bercampur dengan
bahan-bahan lainnya, seperti kacang kedelai, gandum, dan garam, telah
berfermentasi dan menghasilkan alkohol.
Wasabi
yang mempunyai rasa pedas menyengat juga perlu dikritisi kehalalannya. Pada
dasarnya, wasabi merupakan umbi-umbian dengan warna khas hijau. Ia
disajikan dengan diparut segar dan harus segera disajikan, karena jika terlalu
lama, efek rasa super pedasnya berangsur hilang. Karena itu tidak mungkin
wasabi yang tersedia di setiap meja makan resto Jepang
merupakan wasabi asli. Sayangnya, dalam proses pembuatan, bahan
tersebut harus dicampur dengan mustard yang
biasanya sudah diracik dengan bir.
Bila
diperhatikan, titik kritis kehalalan bahan makanan Jepang terkendala karena
bercampur dengan khamr yang
haram dan najis. Rasulullah saw bersabda, “Setiap minuman yang memabukkan
adalah haram,” (HR Bukhari).
Sedangkan
najisnya khamr adalah sebagaimana
firman Allah, “Hai orang-orang yang
beriman! Sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan
mengundi nasib dengan panah adalah rijs dan termasuk perbuatan setan. Maka,
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan,” (QS
Al-Ma’idah [5]: 90).
Syaikh
Khathib As-Syarbaini dalam kitabnya Mughni
Al-Muhtaj menyatakan kata “rijs”
dalam ayat itu berarti “najis”. Dengan demikian, setiap makanan yang dalam
proses pembuatannya bercampur dengan khamr menjadi
haram.
Sebagian
berkilah, pencampuran bahan-bahan tersebut ke dalam bumbu makanan kan, cuma
sedikit, bahkan mungkin bahan-bahan tersebut menguap setelah dipanaskan. Namun
perlu diingat, makanan cair yang telah bercampur dengan najisnya khamr juga menjadi najis.
“Sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka meskipun sedikit adalah haram,” (HR Ahmad, Abu Daud,
Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban).
Bumbu Pengganti
Mengutip
laman bertajuk fae-mom homemade,
ada beberapa bahan pengganti untuk bahan masakan Jepang yang kritis
kehalalannya. Sake dan mirin bisa diganti dengan jus anggur/jus apel segar yang
dicampur dengan air jeruk lemon. Jika campuran tadi diberi tambahan gula pasir,
menjadi pengganti mirin. Shoyu (kecap
asin Jepang) dapat diganti dengan kecap asin lokal yang diencerkan,
atau bisa juga kecap ikan bila ingin rasa yang lebih gurih.
Nasi
Jepang bisa diganti dengan beras biasa yang dicampur dan dimasak/ditanak
bersama dengan beras ketan putih dengan ukuran tertentu. Bila akan digunakan
untuk membuat sushi, tambahkan cuka beras, garam, dan gula.
Cuka
beras dapat diganti dengan cuka apel berkadar asam rendah. Furikake yang
umumnya berupa abon terbuat dari campuran ikan, nori (rumput laut), biji wijen,
dan sayuran kering dapat digantikan dengan abon ikan lokal yang dicampur bubuk
nori kering.
Saat ini
resto di Indonesia yang menawarkan menu masakan Jepang sudah beberapa yang
sudah bersertifikat halal. Resto tersebut telah mengganti bahan masakan yang
dikategorikan kritis kehalalannya dengan bahan yang telah diyakini
kehalalannya. Hasilnya mungkin tidak sama persis dengan rasa masakan asli
Jepang, tapi untuk lidah orang Indonesia hal itu sudah sangat cukup, terutama
karena makanan tersebut telah terjamin kehalalannya. Wallahu
a’lam.
Semoga kita lebih berhati-hati dalam memakan
masakan yang belum kita ketahui kehalalannya.
Sumber : ummi-online.com