Tolongshareya – Sahabat tolongshareya, Setiap manusia
selain Adam, Hawa, dan Isa–, tercipta dari satu ayah dan satu ibu. Karena itu,
dalam aturan agama apapun, tidak ada istilah mantan anak, atau mantan bapak,
atau mantan ibu. Karena hubungan anak dan orang tua, tidak akan pernah putus,
sekalipun berpisah karena perceraian atau kematian sekalipun.
Sahabat tolongshareya, Berbeda dengan hubungan karena
pernikahan. Hubungan ini bisa dibatalkan atau dipisahkan. Baik karena keputusan
hakim, perceraian, atau kematian.
Di sinilah kita mengenal istilah mantan suami, atau
mantan istri.
Dalam islam, kewajiban memberi nafkah dibebankan kepada
ayah, dan bukan ibunya. Karena kepada keluarga, wajib menanggung semua
kebutuhan anggota keluarganya, istri dan anak-anaknya.
Kemudian, dalil khusus yang menunjukkan bahwa ayah
wajib memberi nafkah anaknya adalah kasus Hindun bersama suaminya, Abu Sufyan.
Abu Sufyan tidak memberikan nafkah yang cukup untuk
Hindun dan anaknya. Kemudian beliau mengadu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Saran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Ambillah harta Abu Sufyan yang cukup untuk dirimu dan
anakmu sewajarnya. (HR. Bukhari 5364 dan Muslim 1714).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan
istri untuk mengambil harta suaminya di luar pengetahuan suaminya, karena suami
tidak memberikan nafkah yang cukup bagi istri dan anaknya. Ini menunjukkan
bahwa dalam harta suami, ada bagian yang wajib diberikan kepada istri dan
anaknya.
Sahabat tolongshareya, Ketika terjadi perceraian dan
masa iddah sudah selesai, wanita yang dulunya menjadi istri, kini berubah
status menjadi mantan istri. Tali pernikahan sudah putus, bukan lagi
suami-istri. Sehingga dia tidak wajib dinafkahi oleh mantan suaminya.
Namun hak nafkah bagi anak, tidak putus, sehingga ayah
tetap berkewajiban menanggung semua kebutuhan anak, sekalipun anak itu tinggal
bersama mantan istrinya.
Imam Ibnul Mundzir mengatakan, Ulama yang kami ketahui
sepakat bahwa seorang lelaki wajib menanggung nafkah anak-anaknya yang masih
kecil, yang tidak memiliki harta. Karena anak seseorang adalah darah dagingnya,
dia bagian dari orang tuanya. Sebagaimana dia berkewajiban memberi nafkah untuk
dirinya dan keluarganya, dia juga berkewajiban memberi nafkah untuk darah
dagingnya. (al-Mughni, 8/171).
Bolehkah mantan istri meminta mantan suaminya untuk
menafkahi anaknya?
Tidak hanya boleh, bahkan mantan istri boleh nuntut
mantan suaminya untuk menafkahi seluruh kebutuhan anaknya. Jika mantan suami
tetap tidak bersedia, mantan istri bisa menggunakan kuasa hukum untuk meminta
hak anaknya.
Kepada para suami,
Sahabat tolongshareya, Ingat bahwa anak anda tetap anak
anda, sekalipun anda bercerai dengan ibunya. Dia bagian dari darah daging anda.
Jangan sia-siakan dia, karena semua akan anda pertanggung jawabkan kelak di
hari kiamat.
Ketika anda tidak memberikan nafkah kepada anak anda,
sehingga dia dinafkahi orang lain, ini tanda bahwa anda tipe lelaki yang tidak
bertanggung jawab, yang merepotkan orang lain.
Dan status harta orang lain yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan anak anda, adalah utang bagi anda. Jika tidak sekarang
diselesaikan, bisa jadi akan berlanjut di akhirat.
Jangan karena perceraian dan kebencian anda terhadap
mantan istri, kemudian anda tularkan ke anak anda, yang bisa jadi, dia sama
sekali tidak memahami masalah anda.
Wahb bin Jabir menceritakan, bahwa mantan budak
Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu pernah pamit kepadanya, “Saya ingin
beribadah penuh sebulan ini di Baitul Maqdis.”
Sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu, langsung
bertanya kepada beliau, “Apakah engkau meninggalkan nafkah untuk keluargamu
yang cukup untuk makan bagi mereka selama bulan ini?”
“Belum.” Jawab orang itu.
“kembalilah kepada keluargamu, dan tinggalkan nafkah
yang cukup untuk mereka, karena saya mendengar, Rasulullahshallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
“Seseorang dianggap melakukan dosa, jika dia
menyia-nyiakan orang yang orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Ahmad 6842, dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain dinyatakan,
Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang rakyatnya,
apakah dia jaga ataukah dia sia-siakan. Hingga seorang suami akan ditanya
tentang keluarganya. (HR. Ibnu Hibban 4493 dan dihasankan oleh al-Albani).
Semoga tulisan ini bisa menambah pengetahuan sahabat
tolongshareya. Dan bermanfaat
Sumber : harianmuslim.net