Tolongshareya – Sahabat tolongshareya Alhamdulillah puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah mempertemukan kita semua dengan bulan
ramadhan dengan keadaan sehat walfiat sehingga kita semua dapat menjalankan
ibadah puasa insyaallah dengan lancar pula, namun mungkin sebagian dari kita
saat ini sedang diberi nikmat sakit oleh Allah semoga dengan segera diberi
kesembuhan oleh Allah sehingga dapat menjalankan ibadah puasa dengan maksimal.
Dengam diberinya kita semua nikmat sehat atau nikmat sakit oleh Allah Swt tidak
menjadikan kita dalam menjalani ibadah puasa dengan bermalas – malasan. Tidak
sedikit masyarakat disekitar kita yang ketika puasa jadi bermalas – malasan dalam
menjalankan aktivitas sehari – hari. Sehingga ada yang bekerja dengan malas
adapula yang kegiatan sehari – harinya hanya tidur saja.
Dibulan ramadhan biasanya kita sering mendengar ada sebagian da’i yang
menyampaikan bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah merupakan ibadah. Bahkan
dikatakan ini adalah sebagian sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sehingga dengan penyampaian yang seperti ini menjadikan orang – orang bermalas –
malasan di bulan ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur ketimbang melakukan
amalan sebab termotivasi dengan hadist tersebut.
Apakah benar tidur orang yang berpuasa itu berpahala? Apakah benar
seperti itu? Inilah penjelasannya
Derajat Hadits Sebenarnya
Hadits yang dimaksudkan,
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya
orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a
yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”
Perowi hadits ini ialah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al
Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan
dan dia ialah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat
Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam riwayat lain, perowinya ialah ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya
dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang
dho’if (lemah).
Jadi kesimpulannya Hadits ini merupakan hadits yang dho’if. Syaikh Al
Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini merupakan
hadits yang dho’if (lemah).
Inilah Tidur Yang Bernilai Ibadah Yang
Sebenarnya
Setelah kita menyimak bahwa hadits yang mengatakan “tidur orang yang
berpuasa adalah ibadah” termasuk hadits yang dho’if (lemah), sebenarnya
maknanya bisa kita bawa ke makna yang benar.
Sebagaimana para ulama biasa menjelaskan suatu kaedah bahwa setiap
amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri)
bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah jika diniatkan untuk melakukan
ibadah. Sebagaimana An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengatakan,
أَنَّ الْمُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَيْهِ
“Sesungguhnya
perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah
Ta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan
balasan (ganjaran).”
Jadi tidur yang bernilai ibadah jika tidurnya ialah seperti demikian.
Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum
diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat saat melaksanakan shalat dan
berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula
apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat
dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” (Latho-if Al Ma’arif,
279-280)
Intinya, semua ialah tergantung niat. Bila niat tidurnya hanya
malas-malasan sehingga tidurnya dapat seharian dari pagi hingga sore, maka
tidur seperti ini ialah tidur yang sia-sia. Namun bila tidurnya ialah tidur
dengan niat agar kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan amalan
lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.
Maka ingatlah “innamal a’malu bin niyaat”, setiap amalan tergantung dari
niatnya.
Demikian penjelasan tentang pengartian bahwa tidurnya orang berpuasa
adalah ibadah, ternyata dilihat dari niat tidurnya masing-masing individu
tersebut.Semua tergantung niatnya. Jika niatnya untuk kebaikan maka bernilai
ibadah jika niatnya hanya bermalsa-malasan maka akan sia-sia. Semoga Allah
selalu memberikan keberkahan dalam setiap langkah kita dalam bulan ramadhan
ini. Semoga bermanfaat.
Sumber:Rumaysho.com