Tolongshareya – Sahabat tolongshare Alhamdulillah puji syukur kita
panjatkan kepada Allah Swt yang telah mempertemukan kita dengan bulam ramadhan
kembali, tidak terasa kita sudah menjalani ibadah puasa sudah 2minggu,
saat-saat seperti ini banyak kaum wanita atau pria yang sibuk belanja untuk
persiapan menyambut lebaran, ntah mulai persiapan baju lebaran,angpao buat
sanak keluarga yang masih kecil-kecil atau juga persiapan kue lebaran. Kaum
wanita maupun pria perlu anda ketahui bahwa yang paling penting dari hari raya
idul fitri sebenarnya bukan baju baru, angpao, ataupun kue melainkan hati kita.
Karena dihari yang fitri tersebut insyaallah anda semua juga ikut kembali fitri
dengan saling bermaaf-maafan kepada sesama kaum muslim, namun pertanyaannya
sudah benarkan cara anda bermaaf – maafan? Pada umunya dimasyarakat sekitar
momen saling memaafkan tersebut dengan diiringi saling berjabat tangan. Tahukah
anda Bagaimana hukum berjabat tangan terutama berjabat tangan dengan lawan
jenis?Menerima atau menolaknya? Dan bagaimana pula hukum mengucapkan selamat
hari raya? Berikut penjelasannya
Sebenarnya alangkah lebih baiknya Anda menolak dengan halus bila ada
lawan jenis (bukan mahram) menyodorkan tangan untuk berjabat tangan.
Berjabat Tangan Memang Termasuk Sunnah
Dari Al Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا
“Tidaklah dua muslim itu bertemu lantas berjabat tangan melainkan akan
diampuni dosa di antara keduanya sebelum berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212,
Ibnu Majah no. 3703, Tirmidzi no. 2727. Al-Hafizh Abu Thohir menyatakan bahwa
sanad hadits ini dhaif. Adapun Syaikh Al Albani menyatakan bahwa hadits ini
shahih).
Mengucapkan Selamat Hari Raya Pun Sunnah
Perlu anda ketahui bahwa telah terdapat berbagai riwayat dari beberapa
sahabat radhiyallahu ‘anhum bahwa mereka biasa mengucapkan selamat di hari raya
di antara mereka dengan ucapan “Taqobbalallahu minna wa minkum” (Semoga Allah
menerima amalku dan amal kalian).
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul
Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka
(Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al Hafizh Ibnu Hajar
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani,
Darul Ma’rifah, 1379, 2/446. Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah (354)
mengatakan bahwa sanad riwayat ini shahih.
Imam Ahmad rahimahullah berkata,
وَلَا بَأْسَ أَنْ يَقُولَ الرَّجُل لِلرَّجُلِ يَوْمَ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك
“Tidak mengapa (artinya: boleh-boleh saja) satu sama lain di hari raya
‘ied mengucapkan: Taqobbalallahu minna wa minka.”
وَذَكَرَ ابْنُ عَقِيلٍ فِي تَهْنِئَةِ الْعِيدِ أَحَادِيثَ ، مِنْهَا ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ زِيَادٍ ، قَالَ : كُنْت مَعَ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ وَغَيْرِهِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانُوا إذَا رَجَعُوا مِنْ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لَبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك .وَقَالَ أَحْمَدُ : إسْنَادُ حَدِيثِ أَبِي أُمَامَةَ إسْنَادٌ جَيِّدٌ .
Ibnu ‘Aqil menceritakan beberapa hadits mengenai ucapan selamat di hari
raya ‘ied. Di antara hadits tersebut adalah dari Muhammad bin Ziyad, ia
berkata, “Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lainnya. Jika mereka kembali dari ‘ied (yakni shalat ‘ied,
pen), satu sama lain di antara mereka mengucapkan, ‘Taqobbalallahu minna wa
minka’.” Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad riwayat Abu Umamah ini jayyid.
(Lihat Al-Mughni, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Darul Fikr, cetakan pertama, 1405,
2: 250).
Jabat Tangan Dengan Lawan Jenis (Bukan
Mahram) itu Musibah
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik
baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam
Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
كل من حرم النظر إليه حرم مسه وقد يحل النظر مع تحريم المس فانه يحل النظر إلى الاجنبية في البيع والشراء والاخذ والعطاء ونحوها ولا يجوز مسها في شئ من ذلك
“Setiap yang diharamkan untuk dipandang, maka haram untuk disentuh. Namun
ada kondisi yang membolehkan seseorang memandang –tetapi tidak boleh menyentuh,
yaitu ketika bertransaksi jual beli, ketika serah terima barang, dan semacam
itu. Namun sekali lagi, tetap tidak boleh menyentuh dalam keadaan-keadaan tadi.
” (Al-Majmu’, 4: 635). Baca: Hukum Memandang Wanita dan Aturan Melihat Aurat
Lawan Jenis Saat Berobat.
Waspada Jabat Tangan dengan Wanita Muda
Berjabat tangan dengan yang bukan mahram, ada beberapa pendapat di
antara para ulama, dibedakan antara berjabat tangan dengan yang sudah tidak
punya rasa suka (syahwat) dan berjabat dengan yang masih muda.
Menurut Ulama Malikiyah, berjabat tangan dengan yang bukan mahram tetap
tidak dibolehkan walaupun berjabat tangan dengan yang sudah tua serta tidak memiliki
rasa apa-apa (tidak dengan syahwat). Mereka beralasan dengan keumuman dalil
yang melarangnya.
Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram,
juga tidak mengecualikan yang sudah tua yang tidak ada syahwat atau rasa
apa-apa. Mereka pun tidak membedakannya dengan yang muda-muda.
Sedangkan yang membolehkan berjabat tangan dengan non mahram yang sudah
tua (yang tidak ada syahwat) ialah ulama Hanafiyah dan ulama Hambali.
Namun untuk berjabat tangan dengan non-mahram yang muda, maka tidak
dibolehkan menurut mayoritas ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
Dalam pendapat Ibnu Taimiyah, seperti itu dihukumi haram. Sedangkan ulama
Hanafiyah mengaitkan larangan berjabat tangan dengan yang muda jika disertai
syahwat (rasa suka padanya). Namun ulama Hambali melarang hal ini baik jabat
tangan tersebut di balik kain ataukah tidak. (Lihat bahasan dalam Kunuz
Riyadhis Sholihin, 11: 452)
Kalau kita lihat perselisihan ulama di atas, yang jelas mereka sepakati ialah
terlarang berjabat tangan dengan lawan jenis (wanita muda) yang bukan mahram.
Karena jelas lebih menggoda. Sedangkan berjabat tangan mahram seperti ibu,
saudara perempuan, bibi (tante), tentu saja diperbolehkan.
Demikian itu penjelasan tentang bagaimana hukum berjabat tangan terutama
dengan lawan jenis yang bukan mahrom, lebaran sebentar lagi semoga dengan
adanya artikel ini dapat menambah wawasan agama sahabat sekalian, sehingga
dapat, mencegah anda untuk masuk ke jurang maksiat saat lebaran. Semoga dapat
bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Sumber:Rumaysho.com