Tolongshareya – Sahabat
tolongshareya islam di Indonesia berbagai madzhab sehingga ketika hari raya tak
dapat serentak. Ada pula yang masih berpuasa ramadhan. Lantas bagaimana sahkah
puasa nya sedangkan ada yang sudah berhari raya?Berikut ulasannya :
Jawabannya tetap sah puasa
tersebut apalagi yang menjadi dasar puasa tersebut Ialah sunnah Rasul dan ini
pun jadi ketetapan ulama madzhab. Dalam hadits Ibnu ‘Umar disebutkan bahwa
beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا,
وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا, فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
“Jika kalian melihat
hilal, maka berpuasalah. Jika kalian melihatnya lagi, maka berhari rayalah.
Jika hilal tertutup, maka genapkanlah (bulan Sya’ban menjadi 30 hari).” (Muttafaqun
‘alaih. HR. Bukhari no. 1906 dan Muslim no. 1080). Yang dituntut dalam
hadits Ialah rukyatul hilal, melihat awal bulan bukan sekedar hilal itu wujud
atau ada. Karena wujudnya hilal belum tentu terlihat.
Sebagai nasihat, di
negeri mana pun di dunia ini selain Indonesia selalu mendengar kata pemerintah
dalam berhari raya, mereka bukan mementingkan ego ormas atau kelompoknya. Hal
ini pula yang diterapkan sejak masa Rasul. Kita dapat melihat contoh salaf dari
dua hadits berikut ini.
وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: تَرَاءَى اَلنَّاسُ اَلْهِلَالَ, فَأَخْبَرْتُ
رَسُولَ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنِّي رَأَيْتُهُ, فَصَامَ, وَأَمَرَ
اَلنَّاسَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata, “Manusia sedang memperhatikan hilal. Lalu aku
mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku telah
melihat hilal. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan kaum muslimin untuk
berpuasa.” (HR. Abu Daud no. 2342. Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom berkata
bahwa hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Lihatlah seandaianya Ibnu
‘Umar mau, ia tentu saja bisa mengajak pendukungnya atau simpatisannya untuk
berpuasa keesokan hari. Namun ia masih melaporkan kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena memang yang punya kewenangan untuk memutuskan Ialah
beliau selaku pemerintah. Jadi para sahabat radhiyallahu ‘anhum masih
menunggu keputusan Rasul tak berinisiatif untuk memulai puasa seorang diri.
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَعْرَابِيًّا جَاءَ إِلَى اَلنَّبِيِّ – صلى
الله عليه وسلم – فَقَالَ: – إِنِّي رَأَيْتُ اَلْهِلَالَ, فَقَالَ: ” أَتَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اَللَّهُ? ” قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ” أَتَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اَللَّهِ? ” قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: ” فَأَذِّنْ فِي اَلنَّاسِ
يَا بِلَالُ أَنْ يَصُومُوا غَدًا”
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma bahwa seorang Arab Badui pernah datang menemui Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, ia pun berkata, “Aku telah melihat hilal.” Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam– bertanya, “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada sesembahan
yang berhak disembah selain Allah?” Ia menjawab, “Iya.” “Apakah engkau bersaksi
bahwa Muhammad Ialah utusan Allah?” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam–
kembali bertanya. Ia pun menjawab, “Iya.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam– pun memerintah, “Suruhlah manusia wahai Bilal agar mereka besok
berpuasa.” (HR. Tirmidzi no. 691 dan Ibnu Majah no. 1652. Ibnu Hajar dalam
Bulughul Marom berkata bahwa Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menshahihkannya, namun
An Nasai lebih cenderung pada pendapat bahwa riwayat tersebut mursal).
Sama halnya dengan Arab
Badui, ia tak mengajak dahulu massanya untuk memulai puasa. Ia tetap melaporkan
hasil penglihatannya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
mana beliau selaku pemerintah kala itu.
Kebersamaan dengan
pemerintah tentu saja lebih menyenangkan daripada berselisih. Itulah yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan dalam berpuasa dan berhari raya,
الصَّوْمُ يَوْمَ
تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa kalian ditetapkan
tatkala mayoritas kalian berpuasa, hari raya Idul Fithri ditetapkan tatkala
mayoritas kalian berhari raya, dan Idul Adha ditetapkan tatkala mayoritas
kalian beridul Adha.” (HR. Tirmidzi no. 697.
Hadits ini shahih kata Syaikh Al Albani).
Wallahu waliyyut taufiq.
Taufik dan hidayah Ialah milik Allah.
Semoga bermanfaat bagi
para pembacanya. Dan terima kasih telah berkunjung sahabat tolongshareya.
Sumber: rumaysho.om