Tolongshareya – Sahabat Tolongshare Seperti banyak masyarakat disekitar
kita khususnya para ibu rumah tangga yang suka menawar saat belanja, memang
baik tujuannya agar bisa lebih menghemat uang belanja, namun terkadang ada
sebagian ibu rumah tangga yang sangat berlebihan dalam hal tawar menawar saat
belanja, apalagi menawarnya itu dilakukan kepada pedagang kecil, padahal ketika
mereka belanja dimall atau supermarket meskipun harga sangat mahal pun tanpa
menawar diambillah barang tersebut. Memang uang itu tidak bisa dimakan tetapi ingatlah
bahwa dengan uang seseorang dapat membeli makanan.Ini bukan zaman dimana
segalanya bisa didapat dari alam. Terlebih ketika hidup di perkotaan yang tiada
halaman bisa ditanam benih-benih sumber makanan. Setiap hari hanya terlihat
gedung tinggi menjulang dengan aktivitas yang sangat padat, mengaku
kehidupannya tercukupi dikarenakan sibuk mencari uang padahal sebenarnya
dibalik itu semua ada hal yang tanpa disadari sangat berharga yakni tidak ada
waktu yang bisa dinikmati.
Apakah anda ingat dengan kasus baru-baru ini ada fenomena pengunjung
taman bunga amarylis yang menginjak-injak tanaman cantik itu? Mereka beralasan,
sudah bayar jadi bisa menuntut hak. Saat tanaman terinjak itu berarti tidak ada
yang salah sebab hak mereka telah terpenuhi. Orang-orang seperti itu merupakan
salah satu ciri orang yang menuhankan uangyang segalanya diukur hanya dengan
uang.
Karena uang juga manusia juga bisa berlaku tidak manusiawi, ketakutan
kehilangan uang karena sulit dicari. Disinilah sifat pelit menjadi salah satu
sifat seseorang yang juga menomor satukan uang. Beberapa orang bahkan suka
menawar ke pedagang kecil hanya karena mereka merasa tidak sebanding apabila uang
yang dikeluarkan hanya untuk membeli barang di tempat yang tidak sekelas
supermarket.
Harga Tak Sebanding dengan Usahanya
Orang-orang seperti itulah yang sangat membuat pilu seorang pedagang
kecil bernama Mbah Atmo Slamet. Seorang kakek tua yang sudah berusia 90 tahun
yang masih berjualan sapu ijuk dan sapu lidi keliling. Dengan langkah yang sudah
tidak sekuat saat muda, belum lagi sengatan matahari yang menerpanya, ia
menjual satu sapu seharga Rp 6.000; (enam ribu rupiah).
Hanya dengan sebuah unit becak, Mbah Atmo Slamet membawa sapu-sapu itu
keliling Dlingo, salah satu kecamatan di Bantul, Yogyakarta. Andai semua sapu
itu laku, sang kakek hanya akan menerima 90.000 rupiah saja. Itu baru omset,
belum dikurangi modal. Sementara itu sebuah sapu dengan harga Rp.6000 itu hanya
Rp.1000 keuntungan yang didapat Mbah Atmo Slamet per biji sapu ijuknya.
Seandainya semua sapu yang dibawa Mbah Atmo laku hari itu juga, berarti
profit 15 ribu rupiah akan dikantonginya. Itu semua apabila semuanya laku, dan
pernahkah Anda bayangkan sapu merupakan barang yang tidak habis pakai. Sehingga
bila Mbah Atmo menjual ludes seluruh sapunya dalam sehari, keesokan harinya ia
harus mengayuh becak di tempat lain dan mungkin jaraknya bisa bertambah jauh bila
ingin sapunya habis setiap hari.
Lihatlah sosok Mbah Atmo itu, masihkah tega kita suka menawar ke
pedagang kecil yang hanya untuk 15 ribu sehari? Bila masih ditawar, berapa
banyak rupiah yang akan menjadi upah seorang pedagang kecil. Padahal, tempat
belanja seperti sekelas supermarket yang harganya lebih mahal saja tidak pernah
Anda tawar harganya dengan alasan malu. Seharusnya, Anda lebih malu dengan Mbah
Atmo yang penghasilannya tidak lebih besar daripada pembelinya.
Sosok Mbah Atmo Ada Disekitar Kita
Perhatikan disekitar kita, sosok seperti Mbah Atmo tidak hanya satu atau
dua orang saja. Melainkan banyak dari mereka yang mungkin mencoba menawarkan
barang dagangannya kepada kita dengan harapan kita mau membeli barang
dagangannya. Bila Anda menemukan pedagang kecil seperti Mbah Atmo, jangan tawar
barang dagangannya.
Lupakan kualitas barang yang dijual, jangan harapkan soal pelayanan,
ambillah dan bayar dengan tunai. Kalau perlu dan berkenan tidak usah minta
kembalian. Dan lihatlah raut wajah mereka ketika dagangannya diborong
seseorang.
Bayangkan bila mereka ialah bagian dari anggota keluargamu. Maka doa-doa
kebaikan akan muncul secara spontan dari hati Anda.
Sekali lagi, jangan suka menawar ke pedagang kecil. Nilai harga barang
dagangan mereka tidak sebanding dengan ayam goreng yang kita santap setiap
hari. Mereka membutuhkan berhari-hari bahkan bertahun-tahun untuk hanya sekedar
menikmati daging sapi.
Itulah kisah pedagang kecil seperti Mbah Atmo Slamet, sebagai
instropeksi diri jangan keterlaluan saat menawar barang dagangan pedagan kecil,
lebih – lebih jika kita ikhlas bayralah daganganya dengan uang lebih dari
kesepakatan jual belinya atau dengan kata lain tidak usah menerima uang
kembalian kita. Ingat selalu bagaimana sikap kita saat belanja di mall atau
supermarket besar. Semoga bermanfaat dan dapat menjadi pembelajaran kita dalam
kehidupan sehari – hari bahwa indahnya saling berbagi terutama kepada orang
yang membutuhkan.
Sumber:Pelangimuslim.com