Tolongshareya
– Sahabat tolongshareya yang dimuliakan oleh ALLAH SWT, Sebagian orang
melakukan aktivitas ketika berpuasa tidak akan lepas dari menelan ludah dan
mengeluarkan dahak. Berikut akan kita kaji masalah ini berdasarkan beberapa
keterangan dari hadist dan para ulama yang disadur dari karya : Abu Abdillah
Gharib bin Abdillah al-Atsari, yang disebarkan melalui forum Multaqa
al-Hadits dan dari
tanya jawab islam di situs islamqa.com, dibawah bimbingan Syaikh Muhammad
Sholeh Al-Muhajid;
Dalam
bahasa arab, ada banyak kata untuk menyebut kata “dahak” : nukha’ah,
nukhamah, mukhath, balgham, atau nughafah. Ibn Hajar mengatakan: “Tidak ada
beda dalam makna, antara nukhamah dan mukhath. Karena itu, salah satu diantara
keduanya sering digunakan untuk dalil bagi yang lain.” (Fathul
Bari, 1:510)
Dahak
dan ludah mempunyai hukum yang sama. Ibn Hajar mengatakan: “Imam Bukhari
berpendapat bahwa hukum dahak dan ludah adalah sama, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
melihat dahak yang menempel di masjid, kemudian beliau bersabda:‘Janganlah kalian meludahkan…’. Ini menunjukkan bahwa hukum kedua
cairan tersebut adalah sama. Allahu a’lam” (Fathul
Bari, 1:511)
Hukum Dahak
Kesimpulan
yang nampak berdasarkan banyak dalil bahwa dahak, ludah dan segala jenisnya
adalah cairan suci dan tidak najis. Disebutkan dalam riwayat Bukhari, dari Anas
bin Malikradliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
melihat dahak yang menempel di tembok masjid. Kemudian beliau kerik dengan
tangannya, kemudian bersabda:“Ketika kalian sedang
melaksanakan sholat, sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan Rabnya (Allah).
Karena itu janganlah dia meludah ke arah kiblat, namun meludahlah ke arah
kirinya atau ke arah bawah sandalnya. Kemudian dia ambil ujung pakaiannya dan
dia ludahkan di pakaiannya.”
Kandungan
hadis ini menjadi dalil bahwa orang yang sholat dibolehkan untuk meludah di
tengah-tengah sholat. Dan aktivitas ini tidak membatalkan sholatnya. Dalam
hadis ini juga terdapat dalil bahwa ludah, demikian pula dahak adalah cairan
suci. Tidak sebagaimana pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa segala
sesuatu yang menjijikkan maka hukumnya haram. Allahu a’lam. (Aunul
Ma’bud, 2: 98 – 99)
Syaikh
Sholeh al-Fauzan pernah ditanya: Apa hukum ludah yang keluar dari seseorang
ketika tidur? Apakah cairan ini keluar dari mulut ataukah dari lambung?
Lalu Beliau
menjawab:
Air
liur yang keluar dari seseorang ketika sedang tidur bukanlah cairan najis.
Karena hukum asal: segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia adalah suci,
kecuali ada dalil yang menjelaskan bahwa itu najis. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam :“Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis.” (HR. Bukhari dalam shahihnya, dari
sahabat Abu Hurairah). Karena itu, air liur, keringat, air mata, dan cairan
yang keluar dari hidung, semua ini adalah benda suci. Karena inilah hukum asal.
Sedangkan air kencing, kotoran, dan semua yang keluar dari dua lubang, depan
dan belakang adalah najis. Air liur yang keluar dari seseorang ketika tidur,
termasuk benda-benda yang suci. Demikian pula dahak dan semacamnya. Oleh karena
itu, tidak wajib bagi seseorang untuk mencucinya dan mencuci bagian pakaian dan
karpet yang terkena liur atau dahak. (al-Muntaqa
min Fatawa al-Fauzan, Volume 5 no. 8)
Apakah menelan
dahak membatalkan puasa?
Para
ulama berselisih pendapat tentang hukum menelan dahak ketika puasa, apakah
termasuk yang bisa membatalkan ataukah tidak?
Ibn
Qudamah menyebutkan satu pembahasan khusus di al-Mughni. Beliau mengatakan:
Sub-bab:
jika ada orang puasa yang menelan dahak, dalam hal ini ada dua pendapat dari
Imam Ahmad: pertama,
puasanya batal. Hambal pernah mengatakan: Saya mendengar Imam Ahmad mengatakan:
Jika ada orang mengeluarkan dahak, kemudian dia telan lagi maka puasanya batal.
Karena dahak berasal kepala (pangkal hidung). Sementara ludah berasal dari
mulut. Jika ada orang yang mengeluarkan dahak dari perutnya (pangkal
tenggorokannya) kemudian menelannya kembali maka puasanya batal. Ini juga
merupakan pendapat Imam Syafi’i. Karena orang tersebut masih memungkinkan untuk
menghindarinya, sebagaimana ketika ada darah yang keluar atau karena dahak ini
tidak keluar dari mulut, sehingga mirip dengan muntah.
Kedua, pendapat kedua
Imam Ahmad, menelan dahak tidaklah membatalkan puasa. Beliau mengatakan dalam
riwayat dari al-Marudzi: “Kamu tidak wajib qadha, ketika menelan dahak pada
saat berpuasa, karena itu satu hal yang biasa berada di mulut, bukan yang masuk
dari luar, sebagaimana ludah.” (al-Mughni,
3:36)
Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya tentang hukum menelan dahak bagi
orang yang puasa, beliau menjelaskan:
Menelan
dadak, jika belum sampai ke mulut maka tidak membatalkan puasa. Ulama madzhab
hambali sepakat dalam hal ini. Namun jika sudah sampai ke mulut, kemudian dia
telan, dalam hal ini ada dua pendapat ulama. Ada yang mengatakan: Itu
membatalkan puasa, karena disamakan dengan makan dan minum. Ada juga yang
mengatakan: Tidak membatalkan puasa, karena disamakan dengan ludah. Karena
ludah tidak membatalkan puasa. Bahkan andaikan ada orang yang mengumpulkan
ludahnya kemudian dia telan maka puasanya tidak batal.
Sikap
yang tepat, ketika terjadi perselisihan ulama, kembalikan kepada al-Quran dan
sunnah. Jika kita ragu dalam suatu hal, apakah termasuk pembatal ibadah ataukah
tidak, hukum asalnya adalah tidak membatalkan ibadah. Berdasarkan hal ini,
menelan dahak tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, yang lebih penting,
hendaknya seseorang tidak menelan dahak dan tidak berusaha mengeluarkannya dari
mulutnya ketika berada di tenggorokan. Namun jika sudah sampai mulut, hendaknya
dia membuangnya. Baik ketika sedang puasa atau tidak lagi puasa. Adapun,
keterangan ini bisa membatalkan puasa, maka keterangan ini butuh dalil.
Sehingga bisa menjadi pegangan seseorang di hadapan Allah bahwa ini termasuk
pembatal puasa. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin,
Volume 17, no. 723)
Sayyid
Sabiq ketika membahas tentang hal-hal yang dibolehkan ketika puasa, beliau
mengatakan: “Demikian pula, dibolehkan untuk menelan benda-benda yang tidak
mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu jalanan, taburan
tepung, atau dedak…” (Fiqh Sunnah, 1:342)
Sebagaimana
yang kita pahami, keluarnya dahak, ludah dan semacamnya, adalah satu hal yang
biasa bagi manusia. Karena ini merupakan bagian metabolisme dalam tubuhnya.
Karena kita yakin bawa hal ini juga dialami banyak sahabat di masa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Andaikan menelan ludah atau dahak bisa
membatalkan puasa, tentu akan ada riwayat, baik hadis maupun perkataan sahabat
yang akan menjelaskannya. Karena Allah tidak lupa ketika menurunkan syariatnya,
sehingga tidak ada satupun yang ketinggalan untuk dijelaskan. Lebih-lebih,
ketika hal itu berkaitan dengan masalah ibadah. Demikian, kesimpulan yang lebih
kuat dalam masalah ini. Allahu a’lam
Baca Juga : Bolehkah Berkumur-Kumur Ketika Sedang Bepuasa
Baca Juga : Bolehkah Berkumur-Kumur Ketika Sedang Bepuasa
Menelan ludah
ketika sholat
Syaikh
Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ditanya apakah menelan dahak bisa membatalkan
puasa dan membatalkan sholat?
Beliau
menjelaskan:
Yang Pertama, para ulama
tidaklah sepakat dalam hal ini. Bahkan pendapat Imam Ahmad dalam hal ini ada
dua riwayat, apakah membatalkan ataukah tidak.
Yang Kedua, yang dimaksud
menelan dahak yang bisa membatalkan puasa adalah dahak yang sampai di mulut.
Adapun dahak yang masih di tenggorokan, kemudia masuk ke dada maka ini tidak
membatalkan puasa. Saya tidak membayangkan ada orang yang menelan dahaknya
ketika sudah sampai di mulutnya. Karena benda ini menjijikkan. Hanya saja, apapun
itu, para kebanyakan ulama madzhab hambali berpendapat bahwa jika dahak sudah
sampai di mulut kemudian di telan maka puasanya batal.
Diqiyaskan
dengan keterangan di atas, jika menelan dahak ini terjadi di dalam sholat maka sholatnya
batal. Ini jika kita katakan, menelan dahak sama dengan makan. Namun belum
pernah aku jumpai bahwa mereka (ulama madzhab hambali) menjelaskan tentang
masalah menelan dahak ketika sholat. Disamping, pendapat yang menyatakan bahwa
menelan dahak yang sudah sampai mulut bisa membatalkan puasa adalah pendapat
yang perlu dikritisi. Karena menelan dahak tidak bisa disebut makan atau minum,
dan dahak itu tidak masuk ke perutnya, tapi memang sejak awal sudah berada di
dalam perutnya. Meskipun mulut dianggap bagian luar perut dan bukan bagian
dalam. (Liqa al-Bab al-Maftuh,
vol. 17, no. 116)
Syaikh Shaleh
Munajid memberikan kesimpulan bahwa:
Mengingat
dahak tidaklah najis, bukan termasuk makanan maupun minuman, dan juga pula
tidak bisa dianalogikan dengan makan maupun minum, maka jika orang yang sholat
menelan dahaknya, sholatnya sah. Lebih-lebih jika dia terpaksa harus menelannya
dan tidak mungkin meludahkannya.
Semoga
wawasan ini bisa bermanfaat bagi sahabat tolongshareya. Jika rasa wawasan ini
bermanfaat, mohon kiranya dibagikan kepada saudara dan keluarga
Sumber
: muslimah.or.id