Tolong Share - Hakim itu mengejutkan semua orang yang
berada di ruang sidang. Dia meninggalkan tempat duduknya kemudian turun untuk
mencium tangan terdakwa.
Pengadilan di negara Arab (emaratalyoum.com)
Terdakwa yang berprofesi seorang guru SD itu juga
terkejut dengan tindakan hakim. Namun sebelum berlarut-larut keterkejutan itu,
sang hakim mengatakan, “Inilah hukuman yang kuberikan kepadamu, Guru.”
Rupanya, terdakwa itu adalah gurunya sewaktu SD
dan hingga kini ia masih mengajar SD. Ia menjadi terdakwa setelah dilaporkan
oleh salah seorang wali murid, gara-gara ia memukul salah seorang siswanya. Ia
tak lagi mengenali muridnya itu, namun sang hakim tahu persis bahwa pria tua
yang duduk di kursi pesakitan itu adalah gurunya.
Hakim yang dulu menjadi murid dari guru tersebut mengerti benar, pukulan dari
guru itu bukanlah kekerasan. Pukulan itu tidak menyebabkan sakit dan tidak
melukai. Hanya sebuah pukulan ringan untuk membuat murid-murid mengerti akhlak
dan menjadi lebih disiplin. Pukulan seperti itulah yang mengantarnya menjadi
hakim seperti sekarang.
Peristiwa yang terjadi di Jordania pada pekan
lalu dan dimuat di salah satu surat kabar Malaysia ini sesungguhnya merupakan
pelajaran berharga bagi kita semua sebagai orangtua. Meskipun kita tidak tahu
persis kejadiannya secara detil, tetapi ada hikmah yang bisa kita petik
bersama.
Dulu, saat kita “nakal” atau tidak disiplin, guru
biasa menghukum kita. Bahkan mungkin pernah memukul kita. Saat kita mengadu
kepada orangtua, mereka lalu menasehati agar kita berubah. Hampir tidak ada
orangtua yang menyalahkan guru karena mereka percaya, itu adalah bagian dari
proses pendidikan yang harus kita jalani.
Buahnya, kita menjadi mengerti sopan santun,
memahami adab, menjadi lebih disiplin. Kita tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang
hormat kepada guru dan orangtua.
Lalu saat kita menjadi orangtua di zaman
sekarang… tak sedikit berita orangtua melaporkan guru karena telah mencubit
atau menghukum anaknya di sekolah. Hingga menjadi sebuah fenomena, seperti
dirilis di Kabar Sumatera, guru-guru terkesan membiarkan siswanya.
Fungsi mereka tinggal mengajar saja; menyampaikan pelajaran, selesai.
Bukannya tidak mau mendidik muridnya lebih baik,
mereka takut dilaporkan oleh walimurid seperti yang dialami teman-temannya.
Sudah beberapa guru di Sumatera Selatan dilaporkan walimurid hingga harus
berurusan dengan polisi.
Semoga tulisan ini, bagi kita para orangtua atau
walimurid, bisa membangun hubungan yang lebih baik dengan guru. Kita bersinergi
untuk menyiapkan generasi masa depan. Bukan hubungan atas dasar transaksi yang
rentan lapor-melaporkan
Sumber : kisahhikmah.com