Tolongshareya
– Sahabat tolongshareya Perkembangan ilmu pengetahuan memunculkan
penafsir-penafsir dari kalangan cendikia, salah satunya penafsiran Al-Qur'an
terutama hal yang menyangkut asal-usul manusia. Ada satu pertanyaan menarik,
benarkah Adam dan Hawa itu manusia pertama? Temuan jawab Helmi Junaidi cukup
mengejutkan secara tegas dia menyatakan "Adam Hawa Bukan Manusia
Pertama." Tidak tanggung-tanggung, penegasannya langsung dijadikan judul
buku yang ditulisnya.
Adapun
yang menjadi landasan tafsirnya adalah Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 30 yang
berbunyi:
وَ إِذْ
قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّيْ
جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيْفَةً
قَالُوْا أَتَجْعَلُ
فِيْهَا مَن
يُفْسِدُ فِيْهَا
وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ
وَ نَحْنُ
نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَ نُقَدِّسُ
لَكَ قَالَ
إِنِّيْ أَعْلَمُ
مَا لاَ
تَعْلَمُوْنَ
Artinya:
"Dan (ingatlah) tatkala Tuhan engkau berkata kepada Malaikat :
Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di bumi seorang khalifah. Berkata mereka :
Apakah Engkau hendak menjadikan padanya orang yang merusak di dalam nya dan
menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan memuliakan
Engkau ? Dia berkata : Sesungguhnya Aku lebih mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui."
Sahabat
tolongshareya pada ayat di atas disebutkan bahwa Allah hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi. Ayat ini tidak menyebut kata manusia. Mengapa?
Sebab pada saat Allah mengangkat Nabi Adam menjadi khalifah, di sana (bumi)
sudah terdapat mahluk yang bernama manusia, dan jumlahnya mungkin sudah mencapai
jutaan. (Junaidi, 34).
Lebih
lanjut Junaidi juga menyatakan, sebenarnya penafsiran Nabi Adam itu bukan
manusia pertama sudah pernah dinyatakan Syaikh Ahmad Mustafa Al-Maraghi,
seorang ulama dari Mesir dan mantan rektor Universitas Al-Azhar, di dalam kitab
tafsirnya al-Maraghi. Dasarnya sama, yakni Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 30.
Atas dasar pengertian ayat ini dapat disimpulkan bahwa Adam bukanlah jenis
mahluk berakal pertama yang ada di bumi. Jauh sebelum Adam sudah ada mahluk
berakal lainnya sebagaimana telah diisyaratkan melalui ayat di atas yang
menyangkut pertanyaan malaikat (Maraghi dalam Junaidi, 33)
Berdasarkan
ayat di atas mengemuka pertanyaan yang patut membutuhkan temuan jawab,
"Bagaimana malaikat bisa mengetahui perilaku manusia bila manusia belum
ada?"
Alur
berpikir kita benar-benar digiring pada pembenaran bahwa memang Adam bukanlah
manusia pertama. Apalagi didukung pula dengan pernyataan-pernyataan penegas,
yakni; Malaikat adalah mahluk yang derajatnya berada di bawah manusia. Manusia
yang merupakan mahluk yang paling tinggi derajatnya saja tidak mengetahui
kejadian yang akan datang, apalagi malaikat. Malaikat bisa mengetahui hal itu
(manusia merusak dan gemar menumpahkan darah) tentulah karena manusia sudah ada
dan sering melakukan perbuatan tercela tersebut. Karena itu Allah kemudian
bermaksud hendak menjadikan salah seorang di antara manusia itu pemimpin untuk
menunjukkan kepada mereka jalan yang benar, dan terpilihlah Adam. [Junaidi, 34)
Penggiringan
untuk menyatakan Adam bukanlah manusia yang dilakukan Junaidi sangat logis dan
sistematis. Menarik sekali paparan yang dikemukakan, sebab memang tidak
dimungkiri Allah memilih khalifah dengan tujuan untuk memimpin sehingga seorang
pemimpin membutuhkan umat untuk dipimpin. Hal ini berlaku juga dengan
terpilihnya Nabi Daud sebagai Khalifah seperti yang terdapat dalam firman Allah
dalam Qur'an Surah Shaad ayat 26 yang berbunyi:
یا داوُدُ
إِنَّا جَعَلْناکَ
خَلِیفَةً فِی
الْأَرْضِ فَاحْکُمْ
بَیْنَ النَّاسِ
بِالْحَقِّ ...
Artinya:
“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi,
maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil.”
Pada
ayat tersebut Nabi Daud juga dipilih sebagai khalifah, padahal Nabi Daud
bukanlah manusia pertama. Jadi pemaknaan khalifah pada ayat-ayat yang sudah
dibahas memiliki makna yang lebih khusus, yakni seorang pemimpin bagi umat
manusia. Hal yang sama juga berlaku pada saat terciptanya Nabi Adam, Allah
menjadikannya sebagai khalifah dengan tujuan untuk menjadikan umat manusia
lebih beradab.
Hal
lain yang sangat menarik dari buku karya Junaidi ialah apabila kita berasumsi
bahwa Adam itu manusia pertama, berarti kelahiran Anak Cucu Adam akibat dari
dosa yang dilakukan Nabi Adam karena melanggar larangan Allah, memakan buah khuldi.
Sehingga karena dosa Nabi Adamlah anak cucunya harus turut serta menanggung
dosanya, yaitu hidup di bumi dan harus berjuang dengan kehidupannya. Keyakinan
semacam ini tidak jauh berbeda dengan ajaran Gereja. Jadi tanpa disadari oleh
umat Islam, ajaran dosa warisan dari Gereja sedikit banyak telah menyusup di
dalam penafsiran Al-Qur'an.
Begitulah,
sebagai manusia yang diberi kelebihan berpikir tentu sudah selayaknya doktrin
yang membudaya tidak serta merta diterima secara mentah-mentah. Perlu upaya mematangkannya
dengan membaca berbagai referensi, bisa jadi buku karangan Junaidi menjadi
salah satu alternatif bacaan yang layak dimilki untuk menambah wawasan
sekaligus keilmuan terkait asal-usul manusia di dalam Al-Qur'an.
Sebagai
penutup, mengutip apa yang disampaikan ilmuwan muslim, Ibnu Rusyd
"Barangsiapa yang menggunakan akalnya dengan bertanggungjawab, maka ia
akan sampai pada kebenaran." Semoga kita tergolong kepada orang-orang yang
mampu menggunakan akal secara bertanggungjawab, bersedia mengkaji pengetahuan
yang sudah diterima meskipun bisa jadi pengetahuan itu sudah membudaya. Namun
bagaimanapun yang kita lakukan, kebenaran sejati hanyalah milik Allah. Tujuan
penemuan kebenaran juga untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui
keimanan, dan sebaik-baik keimanan bersumber dari kesadaran, kebijaksanaan
serta ketekunan untuk mengaji, mengkaji, memahami serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan.
Semoga
bermanfaat.
Judul
buku: Adam dan Hawa Bukan Manusia Pertama (Teori Evolusi dan Asal-Usul Manusia
di Dalam Al-Qur'an)
Penulis:
Helmi Junaidi
Tahun
terbit: 2010
Penerbit:
Jejak Kata Kita, Yogyakarta.
Jumlah
halaman: 142
Arief
Siddiq Razaan, Kafe Pustaka 03.12.2015