Tolongshareya
– Sahabat tolongshareya Menjadi fenomena memang, dengan para pekerja keras yang
demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya harus berpanas-panasan hingga
mengangkat beban berat. Nah, apakah orang-orang seperti ini boleh meninggalkan
puasa?
Memang
seharusnya berpuasa tidak dimaksudkan untuk menghalangi aktivitas harian,
terlebih lagi aktivitas mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Pasalnya, kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dapur tidak kalah wajibnya
dengan puasa Ramadhan.
Namun
ketika bulan Ramadhan tiba, kondisi orang dalam keadaan beragam. Ada di antara
mereka yang sehat dan segar bugar, juga muda. Ada lagi yang sudah renta, ada
yang terbaring sakit, ada lagi yang dalam perjalanan, juga mereka yang pekerjaannya
membutuhkan tenaga ekstra.
Mengutip
congkop.com, perihal orang yang kesehariannya bekerja agak berat, Syekh Said
Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim mengatakan,
ويلزم أهل
العمل المشق في رمضان
كالحصادين ونحوهم
تبييت النية
ثم من
لحقه منهم
مشقة شديدة
أفطر، وإلا
فلا. ولا
فرق بين
الأجير والغني
وغيره والمتبرع
وإن وجد
غيره، وتأتي
العمل لهم
العمل ليلا
كما قاله
الشرقاوي. وقال
في التحفة
إن لم
يتأت لهم
ليلا، ولو
توقف كسبه
لنحو قوته
المضطر إليه
هو أو
ممونه علي
فطره جاز
له، بل
لزمه عند
وجود المشقة
الفطر، لكن
بقدر الضرورة.
ومن لزمه
الفطر فصام
صح صومه
لأن الحرمة
لأمر خارج،
ولا أثر
لنحو صداع
ومرض خفيف
لا يخاف
منه ما
مر.
Ketika
memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap
saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari.
Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh
berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.
Tiada
perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat
relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja,
lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti
dikatakan Syekh Syarqawi.
Sahabat
tolongshareya mereka boleh membatalkan puasa ketika pertama mereka tidak
mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari, kedua ketika
pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya
berbuka, terhenti.
Mereka
ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa
menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat. Namun bagi mereka
yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya,
maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu.
Tetapi
kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak
mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.
Dengan
kata lain, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban puasa Ramadhan perlu
dihargai. Dalam artian, kita tetap memasang niat puasa di malam hari. Kalau
memang di siang hari puasa terasa berat, kita yang berprofesi sebagai pekerja
berat dibolehkan membatalkannya.
Uraian
ulama tersebut menunjukkan betapa mulianya ibadah puasa Ramadhan kendati mereka
yang udzur tetap mendapat keringanan untuk berbuka puasa.