Tolongshareya
– Sahabat tolongshareya ntah dunia memang sudah tua atau karena akhlak
manusianya kurang. Seharusnya sebagai anak haruslah berbakti kepada kedua orang
tua bukan malah sebalik,ya.naudzubillah mindzalik.
Bukannya
hidup nyaman dan tenang pada usia tuanya, H Muhamad Bola, warga Desa
Ranggasolo, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), malah
dilaporkan oleh anak dan menantunya di Pengadilan Negeri (PN) Raba Bima.
Kakek
berusia 74 tahun itu digugat oleh anak pertamanya, Hj Jahari dan suaminya, H
Arsad, sebesar Rp 216 juta atas kasus sengketa lahan.
Selain
digugat secara materi, Muhamad juga digugat untuk hengkang dari lahan yang kini
dijadikan tempat tinggal bersama anak bungsu dan menantunya di rumah panggung 9
tiang.
“Orangtua
saya digugat karena dituduh melakukan perbuatan melawan hukum atas kasus
sengketa lahan. Pengugatnya adalah H Arsad, menantu H Muhamad. Sementara Hj
Jahari adalah kakak saya sendiri, anak pertama H Muhamad,” tutur Yusran, anak
bungsu Muhamad, yang juga menjadi pihak tergugat saat ditemui di PN Raba Bima,
Rabu (7/6/2017).
Yusran
menyebutkan, awalnya, sebidang tanah sengketa ini merupakan lahan penggarapan.
Tanah
seluas 1.564 meter persegi yang semulanya lahan kosong itu telah dikuasai oleh
orangtuanya selama berpuluh-puluh tahun.
Namun
dalam beberapa tahun terakhir, lanjut dia, sang kakak secara diam-diam ingin
menguasai tanah tersebut. Bahkan telah membangun gudang penggilingan padi.
“Awalnya,
dia (penggugat) minta tempat untuk membangun gudang penggilingan. Setelah
diberikan tempat usaha oleh orangtua saya, baru dia mau menguasai semua.
Padahal tanah itu sudah puluhan tahun ditempati orangtua saya,” tutur Yusran.
Sebelum
dilaporkan, lanjut Yusran, tergugat telah membagikan tanah yang belum
bersertifikat ini kepada empat anaknya saat pengukuran Prona tahun 2016 lalu.
Saat dibagikan juga disaksikan oleh Arsad sebagai penggugat.
“Bahkan
luas tanah itu lebih besar Hj Jahri ketimbang adik-adiknya. Suaminya (Arsad)
tidak keberatan saat tanah itu dibagikan,” kata Yusran.
Namun
belakangan, penggugat meminta tambahan jatah. Bahkan ditengarai ingin mengusasi
semua lahan yang ditempati orangtuanya.
“Sampai-sampai
dia (Hj Jahari) mendorong suaminya untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan.
Dalam gugatanya, kurang lebih 3.000 meter persegi. Kalau di kita, menurut SPPT
dan DHKP, hanya 1564 meter persegi,” tutur Yusran.
“Selain
tanah, penggugat juga menggugat materi berupa uang sebesar Rp 216 juta sebagai
ganti rugi usaha penggilingannya yang ditutup oleh tergugat selama sengketa,”
tambahnya.
Menurut
dia, pihak keluarga sudah kerap kali melakukan mediasi sebagai upaya damai.
Namun, penggugat tetap ngotot melanjutkan perkara ini sampai ke meja hijau.
“Upaya
damai sudah sering kami lakukan, baik di tingkat desa maupun di kantor camat.
Tetapi, mereka bersikeras melaporkan masalah ini ke pengadilan,” ujar Yusran.
Sebagai
seorang anak, Yusran merasa simpati terhadap orangtua kandungnya akibat ulah
anak dan menantu yang kompak menggugat sang ayah. Bahkan dia menyatakan siap
membantu mendampingi ayahnya dalam persidangan berikutnya.
Dia
juga optimis orangtuanya bisa memenangkan perkara meski hanya berbekal barang
bukti berupa surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) dan daftar himpunan
ketetapan pajak (DHKP).
“Kami
punya bukti surat SPPT dan DHKP, sementara pengugat enggak ada bukti sama
sekali. Dia hanya mengandalkan surat palsu yang terbit tanggal 20 Oktober
2016,” ungkapnya.
Dibantah
Sementara
itu, kuasa hukum Arsad, Arifudin, mengatakan, kliennya melaporkan tergugat
karena melakukan perbuatan melawan hukum. Menurut dia, tanah seluas 3.000 meter
persegi yang terletak di Dore Pajakai, watasan Desa Tawali, Kecamatan Wera,
Kabupaten Bima, yang dikalim milik penggugat kini telah dikuasi oleh tergugat.
“Yang
kami tuntut adalah pengembalian obyek yang menjadi sengketa,” kata Arifudin
saat dihubungi melalui ponsel, Rabu malam.
Menurut
kliennya, lanjut Arifudin, pada tahun 1979, obyek sengketa merupakan tanah
kosong milik negara. Bupati pada saat itu memerintahkan kepala desa setempat
agar tanah-tanah kosong milik negara dibagikan kepada masyarakat.
“Penggugat
sendiri mengajukan permohonan untuk mendapatkan bagian atas tanah negara
tersebut. Atas permohonan penggugat, kepala desa saat itu menyerahkan tanah
seluas 3.000 meter persegi. Setahun kemudian, penggugat melakukan pemagaran dan
penanaman pohon di atas lahan-lahan yang diperolehnya,” tuturnya.
Sekitar
tahun 1984, lanjut Arifudin, penggugat kemudian membuka usaha penggilingan padi
di atas tanah obyek sengketa. Namun seiring waktu, penggugat juga berupaya
mengajukan permohonan pengukuran untuk penerbitan sertifikat hak milik. Meski
saat ini baru pengukurannya saja yang ditelah dilakukan oleh petugas BPN
Kabupaten Bima.
“Setelah
penggugat membangun usaha penggilingan dan beroperasi, tergugat kemudian
mendatangi penggugat meminta izin untuk menempati sebagian tanah untuk ditanami
ubi jalar. Sebagai menantu dari tergugat, penggugat pun mengijinkan saat itu,”
tutur dia.
Namun
beberapa tahun kemudian, lanjut Arifudin, secara diam-diam tergugat justru
ingin menguasai tanah obyek sengketa.
“Tergugat
melakukan pemagaran. Tergugat juga membangun rumah panggung enam tiang untuk
tempat tinggal di atas lahan sengketa,” ujarnya.
“Tergugat
bahkan telah melegalkan status penguasaan tanah dengan cara mendaftarkan SPPT
atas nama tergugat. Kemudian tergugat menutup paksa operasional penggilingan
padi milik penggugat hingga menyebabkan terhentinya operasi penggilingan,”
tambahnya.
Atas
tindakan tergugat, lanjut dia, kliennya telah dirugikan baik secara imateriil
maupun materiil.
“Maka
wajar penggugat menuntut ganti rugi. Tergugat mengganggu operasional penggugat
dengan menyegel usaha penggilingan. Penggilingan tidak bisa beroperasi lagi
sehingga penggugat mengalami kerugian,” ucapnya.
Dia
juga mengatakan, sebelum perkara ini dilaporkan, kliennya telah mengajukan
upaya damai dengan menempuh cara kekeluargaan. Namun tidak mendapat respons
dari tergugat.
“Tergugat
malah ngotot ingin menguasai tanah itu, bukan penggugat. Justru sebaliknya,
penggugat mengajukan gugatan karena tergugat tidak memiliki itikad baik. Di
persidangan saja pihak tergugat sangat ngotot,” tuturnya.
Dia
mengaku, gugatan ini diajukan kliennya berdasarkan alat bukti yang kuat. Oleh
karena itu, dia yakin gugatan kliennya akan dikabulkan.
“Terkait
bukti-bukti apa yang menjadi alasan penggugat, nanti kami ajukan lewat proses
yang berjalan. Yang pasti tanah itu milik penggugat yang didapat dari
pemerintah desa,” pungkasnya.
Sumber Tribunnews.com