Tolongshareya
– Sahabat tolongshareya Sadar atau tidak, ada beberapa sikap orangtua atau
mertua yang sejatinya bukannya membuat anak-anaknya rukun, tapi malah
sebaliknya. Padahal, semua orangtua/mertua pastilah bercita-cita melihat
anak-anak dan cucu-cucu mereka rukun. Sayangnya, keinginan mulia tersebut kadang
tidak didukung dengan tindakan nyata yang sesuai.
Sahabat
tolongshareya jika saat ini kita adalah orangtua atau calon orangtua yang
notabene nanti pasti jadi mertua, maka perhatikan beberapa sikap di bawah ini
yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman yang nyata.
1. Ke A promosi B, ke
B promosi A (disertai sikap membandingkan yang menyakitkan hati)
Kalau
hanya sekadar cerita mungkin biasa aja, tapi kalau sudah disertai dengan sikap
membandingkan siapa pun pasti enggan.
"Coba
deh kayak kakakmu itu, usahanya lancar terus. Lha kamu gonta-ganti usaha mulu
gak berhasil," ucapan ketika ketemu salah satu anak.
"Adikmu
rajin ekspansi usaha, enggak mudah puas dengan hanya megang satu jenis usaha.
Makanya maju. Lha kamu satu aja gak beres-beres," ucapan ketika
mengunjungi anak yang lain.
Sebenarnya
maksud orangtua atau mertua adalah untuk memotivasi. Tapi, apakah harus dengan
cara ambigu seperti itu. Tidak adakah cara lain? Jika anak-anaknya cukup bijak
mungkin tidak terpengaruh. Tapi, bagaimana jika anak-anaknya menganggap serius?
Si adek berpikir kalau si kakak sekarang maju pesat dan dia enggak ada
apa-apanya sedangkan si kakak berpikir kalau si adek udah jauh di depan &
enggak mungkin menghargai dirinya. Nah. Dari yang tadinya enggak ada masalah
jadi ada hanya karena kata-kata tajam dan tidak bijak.
Jangan
mengadu domba ya, Sahabat tolongshareya. Bila pun ingin menasihati, sampaikan
dengan cara yang baik. Anak juga punya harga diri.
2. Ke A jelek-jelekkin
B, ke B jelek-jelekkin A
Sikap
kedua ini adalah kebalikan dari sikap pertama. Dan ternyata, ini pun tidaklah
etis. Jika yang sebelummya berpotensi menimbulkan sikap iri/rendah diri pada
saudara, maka yang kedua ini sebaliknya berpotensi membuat anak-anak merasa
lebih tinggi (meremehkan). Entah maksud orangtua atau mertua bersikap begini.
Bisa jadi hanya ingin sekadar curhat atau membuat si anak sayang padanya dengan
cara yang tidak tepat.
"Si
B itu, mama gak bisa percaya lagi. Dia itu ada unsur sembrono, beda sama kamu
yang konservatif," ucapan ketika bersama A.
"Ya
Allah, si A itu ya sensitif banget. Pantesan susah dapat jodoh. Mbok ya yang
seperti kamu gitu kuat mental," ucapan ketika bersama B.
3. Lebih menyayangi yang nampak berhasil
Keberhasilan
tidak bisa diukur mutlak hanya dengan uang. Ada yang secafa finansial biasa
saja, tapi hidup aman dan nyaman serta bermanfaat. Ada pula yang secara
finansial berlebih, tapi rumah tangga bagai di neraka.
Orangtua
atau mertua sebaiknya peka. Jangan hanya perhatian kepada anak yang nampak
berhasil saja dimana ukuran keberhasilan tersebut sifatnya juga sangat
subyektif. Hargai dan sayangilah semua anak, titipan Allah.
Menyanjung
salah satu anak dan memandang rendah yang lain akan membuat anak kesayangan
merasa spesial atau sombong dan anak yang tidak disayang tersebut sebaliknya.
Semoga
kita tidak menjadi orangtua atau mertua penghancur harapan ya, Bund.
4. Memaksa harus
seragam
Setiap
anak memiliki potensi yang berbeda-beda. Hargailah. Manusia tidak punah karena
adanya perbedaan. Ada yang jadi pegawai, ada yang jadi pedagang, petani, guru,
dll. Coba semua seragam, udah punah sejak lama.
"Pokoknya
berhasil itu kalau masuk kedokteran. Titik!"
"Pokoknya
kamu harus jadi PNS seperti kakakmu!"
Bijak,
enggak?
5. Tidak menganggap
penting ilmu agama
"Anak
pondok itu kuper,"
"Beragama
atau tidak sama aja,"
"Agama
itu enggak usah terlalu dibawa ke hati,"
Astaghfirullah.
Na'udzubillah.
Beragama
islam, tapi tidak bangga dengan identitas sebagai muslim. Siapa yang ngasih
semua rezeki jika bukan karena izin Allah? Subhanallah. MasyaAllah.
Sahabat
tolongshareya kelima sikap di atas masih bisa bercabang lagi, Bun. Semoga kita
bisa menghindarinya.Aamiin